Saturday 12 November 2016

Tentang Papa (dan saya)

Hari Ayah 2016
picture taken from: google.com
Setelah banting tulang mengerjakan skripsi sejak semester yang lalu, akhirnya kemarin Kamis, di hari pahlawan, skripsi resmi disetor ke sekre fakultas. Hore! Setelah itu saya bingung mau ngapain sambil nunggu jadwal ujian yang baru akan keluar di akhir bulan ini atau awal bulan depan. Itu berarti akan ada waktu tiga minggu sampai waktu itu tiba. Ah.. menunggu lagi.. menunggu lagi..

Sudah dua hari ini saya di rumah menghabiskan waktu-waktu kosong dengan menonton film. Terkadang ingin sekali menulis, tapi saya juga bingung apa yang akan saya tulis. Oke, begini saja, karena hari ini diperingati sebagai hari Ayah, bagaimana jika saya tawarkan tulisan saya tentang Ayah? Sepertinya selama ini hanya satu kali saya menuliskan tentang Ayah :)

Saya akan mulai dari tahun kelahiran ayah saya ya. Oh ya, izinkan saya mengganti kata "ayah" dengan kata "papa". Saya biasa memanggilnya dengan sebutan tersebut. Emang terdengar manja-manja gimana gitu, tapi toh memang beliau yang mengajarkan panggilan tersebut pada saya sejak kecil! Hehehe.. Mari kembali lagi. Papa lahir 49 tahun yang lalu, tahun 1967. Untuk ukuran seorang papa yang anak pertamanya seusia saya, 22 tahun, papa saya termasuk muda-lah ya? Hehehe.. Beliau adalah anak sulung dan memiliki 4 saudara kandung, dua laki-laki dan dua perempuan. Kedua orangtuanya (simbah saya) masih ada sampai sekarang. Mereka semua tinggal di Jakarta.

Papa ini anak paling tua dan mandiri. Waktu saya masih TK dan SD, saya sering pindah-pindah sekolah karena harus mengikuti ke mana papa ditugaskan oleh bosnya. Jadi, sepertinya cuma beliau yang sering tinggal jauh dari orangtuanya. Enak juga sih, saya jadi bisa mencicipi kota lain di Indonesia. Hehehe.. Sayang sekali petualangan nan asik tersebut harus berhenti setelah saya menginjakkan kaki di Jogja. Waktu itu saya kelas 6 SD. Pada masa kejayaan pindah-pindah itu, adik saya cuma 2 orang. Sewaktu saya kelas 5 SD di Manado, anak nomor 4 lahir. Seminggu setelah gempa Jogja tahun 2006, adik saya yang terakhir lahir. Adik saya jadi 4 orang. Mama bilang sudah tidak sanggup kalau harus pindah-pindah lagi. Hiks.. sedih sekali.

Papa ini lulusan SMK Farmasi. Pekerjaannya juga di bidang farmasi. Beliau jagolah kalau ditanya-tanya soal obat mah. Katam. Papa tidak pernah membicarakan tentang pekerjaannya kalau di rumah. Ya mungkin sama mama doang kalau cerita. Jadi pengetahuanku tentang pekerjaannya sedikit. Dulu, waktu di Manado, papa sering meeting di Jakarta. Rasanya sedih sekali ditinggal seminggu. Kalau papa meeting, mama yang mengantar dan menjemput saya dan adik-adik sekolah naik angkot. Kami harus jalan kaki dulu ke pinggir jalan karena rumahnya di kompleks asrama gabungan TNI gitu kalau tidak salah. Kalau ada papa, kami diantar dan dijemput naik mobil. Kalau kami kesiangan berangkat, waaahhh pasti bakal terlambat masuk kelas karena antrian mobil sudah panjang sekali. Kalau pas jemput, papa biasanya sudah standby di parkiran. Kalau tidak dapat parkiran dan kami belum nampak di gerbang sekolah, papa akan muter lagi (jalan di depan sekolah saya adalah jalan satu arah). Biasanya kalau kami sudah di depan dan belum ketemu mobil papa, kami masuk main lagi di dalam. Hahaha.. Tapi yang nggak enak itu kalau papa sibuuukk sekali. Kami harus menunggu sampai lumutan di depan gerbang sekolah. Sampai satpamnya aja bosan menemani kami. Mana dulu kan belom pegang-pegang HP macam anak SD sekarang. Jadi ya sabar ajah, bos.

Selain jago obat-obatan, papa juga bapak rumah tangga sejati. Kerja kantoran oke, masak lumayan (papa pernah bikin pizza sendiri lho), urusan listrik beres, urusan saluran air beres, genteng bisa ditangani, jadi tukang kayu juga keren. Waktu saya tinggal di Bogor, papa sendirilah yang buatkan lemari pakaian dan meja belajar. Meja belajarnya bisa ada tempat kasetnya. Hahaha.. Sampai sekarang meja belajarnya masih ada di rumah simbah di Jakarta.

Papa ini termasuk pekerja yang rajin dan gigih. Sewaktu memulai karirnya sebagai sales, papa rajin sekali mencatat. Catatannya saja masih ada beberapa sekarang. Lalu papa naik jabatan. Kami jadi bisa naik mobil kemana-mana. Masih mobil kantor sih hitungannya. Kalau tidak salah harus nunggu lima tahun baru bisa menjadikannya milik pribadi. Tapi entahlah.. Kalau dengar cerita dari mama, papa selalu bisa mencapai target penjualan dari perusahaannya. Papa dan teman-teman kerjanya yang lain sudah beberapa kali liburan ke luar negeri karena berhasil mencapai target itu tadi. Suatu saat, papa pergi berlibur saat musim dingin. Beliau berfoto sewaktu salju turun. Saya waktu itu kepingiiiinnn sekali bisa jalan-jalan kayak papa. Sekarang juga masih kepingin. Ah.. pasti papa bahagia sekali ya saat itu..

Papa menginginkan anak-anaknya mengikuti jejaknya di bidang farmasi. Sebagai anak pertama yang akan segera lulus SMP, saya disuruh mendaftar ke SMK Farmasi. Bahkan beliau yang menemani saya dari mendaftar, tes kesehatan, tes tertulis, sampai melihat pengumuman tesnya. Sayang sekali saya tidak lulus. Saya tidak tau apa yang dipikirkannya kala itu di dalam mobil, dalam perjalanan pulang ke rumah, setelah melihat pengumuman. Mungkin sedih, tapi saya tidak pernah menanyakannya. Papa cuma bilang, "ya sudah tidak apa-apa". Tahun berikutnya, adik saya berhasil sekolah di SMK Farmasi disusul adik saya satu lagi dua tahun berikutnya. Papa pasti lega. Meskipun butuh biaya yang besar, tapi saya yakin itu bukan halangan besar buat papa. Harapan papa, setelah anak-anaknya lulus SMK, bisa langsung kerja. Just like him! Well, sayang sekali harapan papa lagi-lagi meleset. Dua adikku ini malah jadi tidak terlalu menyukai farmasi. Bahkan untuk melanjutkan pendidikan di bidang yang sama pun enggan. Memang mereka bisa bekerja di apotek, punya uang jajan sendiri. Tapi ya udah gitu-gitu aja.

Kita ganti ke topik lain ya. Papa ini keras terhadap anak-anaknya. Sewaktu kecil, kalau kami nakal, malas belajar, malas mandi pasti dicubitin sama papa. Tapi kami tidak pernah kapok. Hahaha.. Suatu hari, papa dan mama hendak pergi tapi kami tidak diajak. Saya merengek dan menangis. Saya deketin pintu mobil hendak ikut, tapi papa tidak mengijinkan. Saya gedor-gedor pintu lalu papa keluar dari mobil dengan raut wajah emosi mengejar saya. Saya lari ke dalam rumah. Papa pergi lagi ke mobil, saya kejar lagi. Papa keluar lagi balik mengejar saya seperti ingin menerkam. Saya lari lagi ke rumah. Bagituuu terus sampai saya bosan dan memilih mengurung diri di kamar orangtua saya. Yeah, beliau memenangkan permainan kejar-kejaran tersebut. Belakangan saya menyadari kalau sifat keras kepala saya mungkin hasil belajar meniru papa. Hahaha.. Sampai sekarang papa masih keras, sih, tapi sudah tidak seperti dulu karena anak-anaknya sudah besar. Kalau dulu papa selalu menang mempertahankan aturan yang dibuatnya, sekarang papa tidak selalu begitu. Mungkin papa juga belajar untuk mempercayai anaknya, meskipun saya yakin di dalam hatinya pasti ada kekhawatiran anaknya kenapa-kenapa. Hehehe..

Dibalik sifat kerasnya, papa juga sosok yang lembut lho.. ssstt.. dan romantis! Sejengkel-jengkelnya papa sama kelakuan anak-anaknya, pasti kalau memberi nasihat suaranya pelan. Beliau pintar mengendalikan emosinya. Kalau lagi pergi berdua saja dengan papa, beliau akan menanyakan tentang sekolah dan kegiatan kami yang diketahuinya dari mama. Beliau juga tidak lupa menanyakan kebutuhan kami. Asal apa yang kami butuhkan jelas, beliau pasti akan mendukung dan membantu. Papa sayang sekali sama mama, meskipun mereka pernah bertengkar hebat. Papa tidak malu mencium pipi mama di depan kami. Dan, beliau selalu bilang "papanya sayang deh sama mamanya!" Apa yang saya tangkap dari perilakunya itu adalah, beliau ingin kami, anak-anaknya, punya rasa cinta yang besar juga terhadap mama. Tapi nggak tau ya kalau ada maksud lain. Hehehe.. peace, pa! :p

Papa juga orangnya sedikit sulit ditebak dan kalau baik tuh bisa baiiiiikkk banget. Misalnya nih, ya, waktu Secondhand Serenade datang konser ke Jogja, saya kepingin sekali nonton. Waktu itu saya habis ujian SMA. Saya mintalah ke papa (dengan dukungan mama :p) buat bayarin setengah dari uang konsernya. Papa setuju, tapi saya harus menyelesaikan pekerjaan rumah terlebih dahulu. Senangnya bukan kepalang. Ketika hendak membeli tiket, papa malah bayarin full dan bukan cuma saya saja, kedua adik saya juga dibayarin tiket. Tidak hanya sampai di situ, beliau juga yang mengantarkan kami ke Sportorium UMY. Hahaha.. dan tentu saja menjemput kami setelah konser usai.

Satu hal lagi yang keren dari papa adalah dia bisa berhenti merokok lho! Dulu, papa itu suka sekali merokok dan mama tidak suka kalau papa merokok di dalam rumah. Seingat saya waktu kelas 2 SD di Bogor, papa kalau merokok di teras rumah. Hihihi.. Seingat saya lagi, setelah kami pindah ke Manado, saya kelas 3 SD, papa mulai berhenti merokok sampai sekarang. Kalau tidak salah sih, papa bilangnya biar anak buahnya di kantor tidak merokok, maka beliau harus mencontohkan terlebih dahulu dengan tidak merokok. Apapun alasannya, kamu the best-lah, pa! Hahaha.. Sehat-sehat, ya, pa!

Sudah sekitar tiga tahun ini, papa keluar dari tempat kerja yang menghidupinya belasan tahun karena suatu hal yang tidak saya ketahui penyebabnya. Setelah saat itu tiba, rasanya roda kehidupan berada di bawah. Kami harus melakukan berbagai macam penyesuaian dan saya tidak pernah menduga akan berada di posisi seperti ini karena kehidupan kami sebelumnya terasa sangat menyenangkan dan 'terjamin'. Tapi yaa namanya juga hidup, tetap harus berjalan, kan? Kini bukan hanya papa yang harus kuat, kami, "anak buahnya" juga harus kuat, bahkan mungkin lebih kuat karena ada tuntutan pergaulan yang.. you know-lah.. Kami sudah terbiasa kok. Lumayan cepat beradaptasi karena mungkin sebelumnya sudah dipersiapkan (pindah-pindah rumah, adaptasi, dsb) ya? Yang jelas, beliau cuma minta pengertian dan kesabaran kami saja. Kami di bawah komando Anda, Sir! Semua akan membaik pada waktunya.

Sebenarnya akan lebih panjang lagi ceritanya, tapi baca banyak-banyak pasti pegel juga, kan? Segini aja ya. Nggak papalah dikit doang, ya? Pokoknya, jadi anaknya papa itu kudu kuat, gigih, cepat beradaptasi, keras kepala (kadang-kadang), disiplin, dan mandiri! Yap, anak perempuan itu harus bisa hidup mandiri, kayak mama juga. Satu lagi, baik papa maupun mama sama-sama suka baca buku tapi berbeda genre. Buku-bukunya papa tentang kesuksesan dan buku-buku motivasi. Kami, anak-anaknya, membaca apa saja yang bisa dibaca (tidak terlalu pilih-pilih genre). Tapi saya sendiri lebih suka baca buku papa yang isinya motivasi di samping buku-buku novel tentunya. You are what you read. Saya jarang sekali menyerah pada hal-hal yang benar-benar saya sukai karena sudah dicekoki dengan ratusan kisah motivasi tersebut. Hehehe.. beberapa menit yang lalu HP saya berbunyi. Papa saya kirim pesan WA isinya: 7 Budaya Sukses. Wah jiaann.. orangtua saya memang hebat. Orangtuamu juga pasti hebat :)

Selamat Hari Ayah!

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...