Thursday 17 November 2016

Bambi: Awal Pertemuan

Saya mau pelihara anjing! Itu keinginan yang sudah cukup lama duduk-duduk dan mondar-mandir di hati saya. Entah mengapa saya bisa merasa "waahh.. saya butuh hewan peliharaan, nih". Dan suatu hari entah mengapa (lagi) muncul status seorang teman saya di Facebook yang isinya sedang mencari adopter untuk anak-anak anjingnya yang baru saja melahirkan. Mama sebenarnya tidak mengijinkan kami memelihara hewan sejenis anjing. Hewan terakhir yang kami piara di rumah adalah ikan. Tapi toh, bukan saya namanya kalo tidak keras kepala. Urusan ijin-ijin nanti saja, yang penting sudah ngabarin kalo mau adopsi anak anjing. Akhirnya saya menawarkan diri untuk menjadi adopter.

1,5 bulan kemudian kami menentukan hari untuk pergi ke rumahnya mengambil si anak anjing, yakni 13 April 2016. So excited! Saya pergi naik motor ditemani mas you know who. Hahaha.. Singkat cerita udah sampe di rumah tujuan nih. Kami langsung disambut gonggongan anjing-anjing dari dalam rumah. Nah, karena pas nawarin pertama kali dulu saya sudah ditanyain mau anak anjing yang mana, maka saat pengambilan saya tidak perlu memilih-milih lagi. Pilihan saya: betina warna coklat tua.

Saya memberinya nama BAMBI. Saya ambil namanya dari salah satu karakter di game Disney Tsum-Tsum. Sedangkan Disney Tsum-Tsum mengambil dari karakter rusa bernama Bambi di film Disney berjudul Bambi. Nahh.. sampai sini udah bingung belum? Hahaha.. Ya pokoknya seperti itulah, ya. Alasan saya milih karakter tersebut karena warnanya sama-sama coklat.

Well, kami ngobrol-ngobrol dulu sambil minum teh. Saya yang notabene baru kali ini miara anjing harus mengisi gelas saya dulu dengan ilmu-ilmu dasar soal anak anjing ini. Makannya apa dan kapan ngasihnya, kalo buang air kapan, susunya apa (karena katanya kan dia sebenarnya masih harus menyusui sampai umur tiga bulan), dan lain-lain. Setelah puas, kami segera bertolak pulang ke Jogja.

Hari itu saya lupa bawa tas kecil buat taruh Bambi. Ya sudah, saya selipkan di jaket super anget saya saja. Ehh.. lha kok ndilalah ujan. Kami segera menepi untuk memakai jas hujan. Makin ke Jogja kok malah makin deras hujannya. Duuh.. dingin. Bambi ini sepanjang jalan juga was-was sama suara dan cahaya kendaraan yang lewat. Tenang, ndut, kamu sedang dilatih jadi anjing traveler. Hahaha.. Malam itu, Bambi menginap dulu di rumah mas you know who. Ketika sampai di depan rumah, kami baru sadar kalau Bambi mengeluarkan jackpot lebih awal. Hahaha.. jijik i tenan.

Keesokan harinya, Bambi di bawa ke pondok. Malamnya dan beberapa malam ke depan, dia menginap di kontrakan Tapel, di sana ada anjing juga yang lebih besar. Bambi jadi ada temannya. Beberapa kali di siang hari, Bambi saya bawa pulang ke rumah biar orang rumah pada tau. Dia malu-malu anjing gitu. Kerjaannya sembunyi di bawah kolong kursi, nggak mau kemana-mana. Makanan dan minuman harus dianterin ke hadapannya dia. Dasar manja. Hahaha.. Sore hari saya kembalikan lagi ke kontrakan. Saya biasanya berada di kontrakan sampai malam. Terus seperti itu. Di kontrakan inilah Bambi mulai belajar banyak hal. Apa saja itu? Nantikan kelanjutan kisahnya, yaa.. :)

Ketika itu masih muat ditaruh dalam totebag
Nggak mau pindah-pindah dari bawah kursi

Saturday 12 November 2016

Tentang Papa (dan saya)

Hari Ayah 2016
picture taken from: google.com
Setelah banting tulang mengerjakan skripsi sejak semester yang lalu, akhirnya kemarin Kamis, di hari pahlawan, skripsi resmi disetor ke sekre fakultas. Hore! Setelah itu saya bingung mau ngapain sambil nunggu jadwal ujian yang baru akan keluar di akhir bulan ini atau awal bulan depan. Itu berarti akan ada waktu tiga minggu sampai waktu itu tiba. Ah.. menunggu lagi.. menunggu lagi..

Sudah dua hari ini saya di rumah menghabiskan waktu-waktu kosong dengan menonton film. Terkadang ingin sekali menulis, tapi saya juga bingung apa yang akan saya tulis. Oke, begini saja, karena hari ini diperingati sebagai hari Ayah, bagaimana jika saya tawarkan tulisan saya tentang Ayah? Sepertinya selama ini hanya satu kali saya menuliskan tentang Ayah :)

Saya akan mulai dari tahun kelahiran ayah saya ya. Oh ya, izinkan saya mengganti kata "ayah" dengan kata "papa". Saya biasa memanggilnya dengan sebutan tersebut. Emang terdengar manja-manja gimana gitu, tapi toh memang beliau yang mengajarkan panggilan tersebut pada saya sejak kecil! Hehehe.. Mari kembali lagi. Papa lahir 49 tahun yang lalu, tahun 1967. Untuk ukuran seorang papa yang anak pertamanya seusia saya, 22 tahun, papa saya termasuk muda-lah ya? Hehehe.. Beliau adalah anak sulung dan memiliki 4 saudara kandung, dua laki-laki dan dua perempuan. Kedua orangtuanya (simbah saya) masih ada sampai sekarang. Mereka semua tinggal di Jakarta.

Papa ini anak paling tua dan mandiri. Waktu saya masih TK dan SD, saya sering pindah-pindah sekolah karena harus mengikuti ke mana papa ditugaskan oleh bosnya. Jadi, sepertinya cuma beliau yang sering tinggal jauh dari orangtuanya. Enak juga sih, saya jadi bisa mencicipi kota lain di Indonesia. Hehehe.. Sayang sekali petualangan nan asik tersebut harus berhenti setelah saya menginjakkan kaki di Jogja. Waktu itu saya kelas 6 SD. Pada masa kejayaan pindah-pindah itu, adik saya cuma 2 orang. Sewaktu saya kelas 5 SD di Manado, anak nomor 4 lahir. Seminggu setelah gempa Jogja tahun 2006, adik saya yang terakhir lahir. Adik saya jadi 4 orang. Mama bilang sudah tidak sanggup kalau harus pindah-pindah lagi. Hiks.. sedih sekali.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...