Hai, hari-hari yang sibuk lately.. Liburan udah berakhir dan sekarang fokus kuliah lagi. Well, kegiatan jelajah yang jatuh-bangun diperjuangkan akhirnya terlaksana dan menyisakan banyak kenangan. I want to share something yang aku harap bisa menginspirasi kalian dalam misi membuat badai kebaikan di Indonesia (dan seluruh dunia). Kisah sederhana (tapi agak panjang juga, sih), remah kegiatan jelajah.
Waktu itu hari pertama perjalanan kami, pendakianku di Rinjani. Pagi hari kami berangkat dari Desa Torean diantar segelas teh hangat buatan Pak Mistradi, bapak yang sudah kami anggap seperti bapak sendiri, warga Desa Torean. Kenapa hanya segelas teh hangat? Waktu yang kami miliki tidak banyak untuk makan pagi. Kesiangan bangun. Ya untung saja semalamnya makan banyak, jadi pagi itu laparnya belum kerasa. 4 jam kami berjalan, perut sudah berteriak-teriak minta diisi. Tak jauh kami berjalan, sampailah di pos 1. Langsung buat mie instan. Nggak masak nasi, soalnya bakal nunggu lama.
Di pos 1 |
malam ini nge-camp di jalan aja." Haduuh.. membayangkannya saja sudah mabok duluan. Semakin ke atas, jalan yang ditemui berbatu-batu. Aku beberapa kali berhenti untuk mengambil napas. Ketika akhirnya peran matahari digantikan oleh bulan, jalan yang kami tempuh berangsur bersahabat. Jalan setapak tanah dibingkai rumput ilalang dengan jurang di sisi kiri kami. Pergerakanku semakin melambat, “Aku laper”.
"Mending ntar nge-camp aja.." |
Air terjun Panimbungan |
Kudu naik tangga, man.. |
“Ayo, dek, jalan terus ke sana. Ada apel,” kata mas Kosak menyemangati. Aku lihat mas Kocor sibuk membongkar carrier di depan sana. Kulangkahkan kaki dengan berat.
“Nih,” mas Kocor menyerahkan apel yang sudah sempat digigitnya. Tentu saja aku sambut dengan senang. Kunikmati gigitan pertamaku. Ini buah apel paling enak hari ini! Kalau saja tidak ingat ada mas Jalang dan mas Kosak, mungkin sudah kulahap habis apelnya. Kuserahkan apelnya ke mereka berdua.
“Ayo, cepet dihabisin. Kita jalan lagi,” kata mas Kosak. Aku dapat kehormatan memberikan gigitan terakhir. Hmm.. makasih, apel, untuk rasa yang nikmat barusan. Meskipun nggak mengenyangkan, cukuplah untuk mengganjal perut. Perjalanan dilanjutkan. Capek? Ya. Nggak berapa lama berjalan, langkah kakiku kembali berat.
Kudu hati-hati |
“Haduuuhh.. kapan sih, jalan turunnya?” keluhku setengah frustasi. Sudah gelap, udara mulai dingin pula. Rasanya tenagaku benar-benar mau habis, minta segera dicharge. Siapa pun bantu aku. Sempat menghayal bakal ada yang bawain carrierku. But yap, nggak ada yang akan melakukannya untukku kecuali diriku sendiri.
“Ayo, bisa.. bisa.. M150, BISA!” mas Jalang malah ngiklan. Heheh aku terkekeh.
“Ayo, Ce, itu lho, bentar lagi sampai,” kata mas Kocor. Aku masih duduk terdiam. Lalu tangannya menggenggam tanganku, “Ayo!” Jari-jarinya, yang ada di balik tanganku, mengelus pipiku perlahan. Aku yang semula menunduk, mengangkat kepalaku. Kulihat wajahnya, wajah yang sama, kecapekan. Wajah mas Jalang juga gitu. Kami semua lelah, ingin segera sampai. Aku berdiri perlahan dan mulai melanjutkan perjalanan.
Tak berapa jauh dari tempat kami berhenti tadi, mas Kosak sudah membongkar carrier, mengeluarkan roti dan susu kental manis, “Kita istirahat bentar di sini.” Aku bahagia sekali. Hahaha makaaaann!! Kumakan roti tawar plus susu kental manis tenikmat malam itu dengan lahap. Nata de coco dikeluarkan, sirup melon dibuat. Nikmat.. Nikmat.. Setelah merasa cukup kenyang, kami lanjutkan perjalanan. Eh, nggak ada mungkin 20 meter, jalan di depan kami sudah menurun. Senangnya bukan main. Tepat sebelum jalan turun, ada mata air kecil. Kami mengisi botol-botol yang kosong. Lalu turuuuuunn... Ini harus lebih ekstra hati-hati. Aku hampir terperosok ke lubang dan jatuh ke jurang di sisi kiriku. “Ce, hati-hati!!” teriakan mas Kocor membuat kaget. “Iya,” jawabku.
Kami tiba di tempat yang cukup lapang. Sepertinya bekas tempat nge-camp. Melihat kondisi tim dan waktu yang sudah semakin malam saja, kami memutuskan bermalam di sini. Dan singkat cerita, kami makan malam, tidur, besoknya bangun, melanjutkan perjalanan, sampai di Segara Anak, nge-camp, besoknya lanjut lagi ke Plawangan Sembalun (dengan peluh yang sama), nge-camp, muncak pagi-pagi buta, turun ke Segara Anak lagi, nge-camp di sana lagi. Lalu melanjutkan perjalanan turun lewat jalur Senaru.
Pulang kali ini kami bersama rombongan mas Sempal yang terdiri dari mas Sempal sendiri, mas Ade, pak Uwi, mas Yonas, mbak Tania, dan mbak Widi. Finally aku ada temen ceweknya. Perjalanan pulangnya mmm.. capek-capek menyenangkan. Medan yang ditempuh lebih ringan daripada medan pas berangkat. Yang bikin berat tuh, udaranya dingin meskipun matahari bersinar cerah. Pake acara di PHP-in tanjakkan juga. Sampai di Senaru, anginnya kuenceng banget serasa aku bisa terbang kapan aja, debu beterbangan nggak karuan macam di padang pasir. Habis dari Senaru, jalanan turun terus. Asik. Sepatunya penuh sama pasir dan kerikil, matanya keselek debu. Singkat cerita, kami terpaksa nge-camp di pos 2 malam itu.
Keesokan harinya, kami bersemangat sekali melanjutkan perjalanan. Apa pun yang terjadi, hari ini harus nginjek aspal jalan, bukan hutan lagi. Yak, dan teman jalanku adalah mbak Widi. Mbak Widi pelan sekali jalannya, kakinya keseleo, pelan banget. Aku jalan di belakang mbak Widi. Jujur aja, kalo mbak Widi jadi aku pas berangkat, pasti udah, ehm, di’semangatin’ sama mas Kosak, mas Kocor, dan mas Jalang. Untungnya nggak, cukup aku aja. Jujur aja kadang gemes juga, sih. Akhirnya kadang aku mendahului beberapa langkah di depan.
Rombongan kami terbagi menjadi tiga, di depan 5 orang, di tengah 2 orang (mbak Widi and I), di belakang 3 orang. Sebagai dua orang di tengah, kami harus care each other. Aku jadi inget bagaimana waktu berangkat aku jadi manusia paling pelan jalannya, bagaimana mas-masku kadang sabar dan kadang nggak sabar nungguin aku jalan di depan mereka atau di belakang mereka, bagaimana aku didahului dan disuruh mendahului, bagaimana mereka nyemangatin aku, ngayomi aku. Sekarang giliran aku yang bersabar menunggu di belakang mbak Widi (kadang di depan), giliranku nyemangatin mbak Widi, giliranku nerusin kebaikan mereka. Kami buat target waktu tiap mau jalan. Dan aku rasa itu bekerja :) Saking pengen cepet sampai, ada satu saat di mana kami jalan lebih lama dari biasanya, tanpa berhenti. Itu hebat banget menurutku. Ada niat, ada jalan, terobos aja. Hehehe.. Akhirnya kami berdua sampai di gerbang Senaru. Yay!! Langsung menghampiri warung kecil di sana, makan minum.
Mbak Widi |
Cieee ... yang genggaman tangan sama ngelus2 pipi .. wkwkwkwk :D
ReplyDeleteCinta bersemi di Rinjani .. :D hahahah ...
By : lacuk & Jeron
iya, makasih. amiiiinn. hahaha
Deletehohohooo asik ya kaya di tasikk,,,
Delete