Dalam sebuah perayaan Natal malam itu, dia dan beberapa kawan menghampiri seorang Frater yang tengah duduk beristirahat setelah menyelesaikan ibadat sabda. Mereka pergi dengan berbagai pertanyaan dan pikiran di kepala mereka yang siap untuk diberi pencerahan saat itu juga, setidaknya akan lebih ringan. Kebetulan Frater ini sekolah psikologi. Temanku ini menceritakan bagaimana dia menyimpan perasaan sayang yang mendalam untuk seorang teman bermainnya. Sudah lama sekali perasaan itu bersarang di hatinya. Tentu saja rasanya tidak menyenangkan, karena sebagai perempuan, kami hanya bisa menunggu.
Dia menanyakan bagaimana yang terbaik yang bisa dilakukan terhadap perasaan ini. Frater lalu menyuruhnya untuk mengibaratkan hatinya sebagai "terminal".
Terminal bus itu tempat kendaraan transit. Bus-bus tersebut datang menjemput penumpang, lalu pergi mengantarkan mereka ke terminal lainnya. Bus-bus tersebut tidak pernah menetap di sebuah terminal. Jadikanlah hatimu seperti terminal yang menerima bus-bus lalu menyaksikannya pergi ke terminal lainnya.Sejak saat itu dia mulai mencairkan rasa sayangnya. Membiarkan rasa itu lenyap perlahan. Dia mulai membuka terminalnya, membiarkan bus-bus lain transit pun pergi.
Amigo, rasanya cocok sekali perumpamaan terminal itu untuk kita yang saat ini mungkin sedang menjalani kisah yang sama. Ketika keadaan tidak memungkinkanmu untuk menggapai apa yang kamu inginkan, mulailah memberi kesempatan pada yang lain untuk datang singgah lalu membiarkannya mengalir, mengikuti arus sampai mereka sendiri menemukan tempat dan saat yang tepat untuk berdiam di suatu tempat. Bukankah dengan begitu akan lebih baik? Kamu tidak perlu menyakiti hatimu dengan menyimpan sesuatu yang tidak sanggup kamu simpan lebih lama. Semakin terbuka hatimu untuk hal lain, semakin kaya pula dirimu akan cinta. Jangan biarkan dirimu larut dalam harapan yang sia-sia.
"One of the simplest ways of being HAPPY is letting go of the things that make you sad." |
No comments:
Post a Comment